Makan apa yang kita tanam.
Tanam apa yang kita makan
Belum ada kejelasan tentang status kepemilikan jahe merah yang dibiarkan selayaknya sampah. Bu Welas pun berspikulasi. Mungkin seseorang sengaja membuangnya. Mungkin ada berbagai faktor lain seperti lupa atau belum ada waktu untuk menanamnya. Bu Welas menyayangkan keadaan ini. "Jahe merah kan mahal," batinnya berkecamuk. Ia mencoba membebaskan serumpun jahe merah dari sampah-sampah, sisa-sisa potongan kayu, dan lain-lain. Handphone di sakunya berbunyi.Terbaca pesan masuk. Ibu Nora, rekan satu tim berhalangan piket TDBA. Hari sudah cukup siang. Sinarnya menerpa wajah Bu Welas. Ia pun memutuskan untuk mengakhiri kegiatannya.
Tiga hari berlalu. Serumpun jahe merah telah tertanam di salah satu ujung bedengan. Sayang, lagi-lagi Bu Welas tidak tahu siapa yang telah menanamnya. Setiap kali hendak menanyakan siapa yang telah menyelamatkannya, setiap kali pula ia lupa.
Teka-teki tentang siapa pemilik dan siapa yang menanam jahe merah mulai terjawab. Sambil memanen sedikit jahe merah yang telah layak panen itu, Bu Nora menceritakan asal muasal jahe merah tercecer di kebun cabai-cabaian. Ternyata Mang Karta yang telah meletakkan serumpun jahe merah. Serumpun jahe merah yang nyaris terbuang kini berada di genggaman. Bu Welas menaruk napas lega.
Hari ini dalam Pentigraf,
Sri Winarni, S.Pd
Panen Jahe Merah
Fotosintesis Matahari
Hasil TDBA kelompok 1
Perawaatan kebun TDBA